HealthcareUpdate News

Sampah Menggunung, Penyakit Menyerang

Kasus infeksi dan penyakit menular akibat sampah yang tidak terkelola dengan baik terus meningkat. Sampah yang menumpuk bukan hanya jadi pemandangan tak sedap, tapi juga sumber penyakit yang berbahaya.

Di sebuah gang sempit di wilayah Koja, Jakarta Utara, Ani (32) merawat anaknya yang baru saja pulih dari diare akut. “Sumbernya dari air yang sudah tercemar sampah. Saluran got mampet, sampah mengambang di mana-mana, dan bau busuk tak pernah hilang,” keluhnya kepada wartawan. Kasus seperti Ani bukan satu dua. Di banyak kawasan padat penduduk, sampah bukan cuma persoalan estetika, tapi juga bom waktu bagi kesehatan.

Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), produksi sampah nasional pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 20,4 juta ton, dengan 57% didominasi oleh sampah organik dan 17% adalah sampah plastik, yang paling sulit terurai. Dari jumlah itu, baru sekitar 65% yang tertangani, sisanya tercecer, mencemari tanah, air, dan udara.

Menurut dr. Erlina Burhan, pakar penyakit paru dari RSUP Persahabatan, polusi udara dari pembakaran sampah liar bisa menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) hingga penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). “Pembakaran sampah plastik menghasilkan dioksin, senyawa kimia yang bersifat karsinogenik, bisa memicu kanker,” ujarnya.

Tak hanya itu, tumpukan sampah juga jadi sarang nyamuk Aedes aegypti, penyebab demam berdarah dengue (DBD). Data Kementerian Kesehatan RI mencatat, kasus DBD melonjak di daerah-daerah dengan sistem pengelolaan sampah yang buruk. Di tahun 2024 saja, tercatat lebih dari 144.000 kasus DBD di seluruh Indonesia, dengan ratusan kematian.

Sementara itu, limbah sampah domestik yang mencemari sungai dan sumber air tanah menjadi penyebab utama diare, kolera, dan penyakit kulit. Di wilayah pesisir seperti Cilincing, warga mengandalkan air sumur yang kualitasnya menurun drastis karena tercemar limbah rumah tangga dan sampah industri.

Read More  Pentingnya Pendidikan Literasi Keuangan di Sekolah

Prof. Enri Damanhuri, ahli teknik lingkungan dari ITB, menilai persoalan utama adalah rendahnya kesadaran dan sistem manajemen sampah yang belum merata. “Perlu upaya kolektif dari masyarakat dan pemerintah. Pemerintah harus memperkuat regulasi dan fasilitas pengolahan sampah modern, sementara masyarakat harus mulai memilah sampah dari rumah.”

Beberapa kota besar seperti Surabaya dan Denpasar sudah mulai menerapkan kebijakan zero waste to landfill, dengan membangun tempat pengolahan sampah terpadu dan memperluas edukasi pemilahan sampah. Namun, keberhasilan kebijakan itu sangat bergantung pada konsistensi dan partisipasi masyarakat.

Satu hal yang pasti, sampah bukan sekadar masalah visual. Ia membawa ancaman nyata bagi kesehatan publik, yang jika dibiarkan, akan menjadi bom waktu epidemi baru di tengah masyarakat.

Perubahan bisa dimulai dari langkah kecil di rumah: memilah sampah, tidak membakar sampah sembarangan, dan ikut serta dalam program daur ulang. Karena jika bukan kita yang peduli, siapa lagi?

Back to top button